Kamis, 08 Desember 2011

Ipod shuffle murah



Audio Playback : 

AAC (8 to 320 Kbps), Protected AAC (from iTunes Store), MP3 (8 to 320 Kbps), MP3 VBR, Audible (formats 2, 3, 4, Audible Enhanced Audio, AAX, and AAX+), Apple Lossless, AIFF, and WAV

Storage : 
NONE

Input : 
Headphones
Earphones
Frequency response: 20Hz to 20.000Hz
Impedance: 32 ohms

PC Connectivity :
USB 2.0

PC Compatibility :
Mac system requirements
Mac computer with USB 2.0 port
Mac OS X v10.5.8 or later
iTunes 10 or later
Internet access is required; broadband recommended; fees may apply
Windows system requirements
PC with USB 2.0 port
Windows 7, Windows Vista, or Windows XP Home or Professional (SP3) or later
iTunes 10 or later
Internet access is required; broadband recommended; fees may apply

Battery :
Built-in rechargeable lithium-ion battery

Battery Life :
Up to 15 hours of audio playback
80% charged in 2 hours; fully charged in about 3 hours
Charging via USB to computer system or power adapter (sold separately)

Dimension (WHD) :
1.24 inch (31.6 mm) x 1.14 inches (29.0 mm) x 0.34 inch (8.7 mm)

Weight :
0.44 ounce (12.5 grams)

Package Contents :
iPod shuffle
Earphones
iPod shuffle USB Cable (45 mm)
Quick Start Guide and other important product information

Warranty :
1-month Limited Warranty

Spesifikasi : 
Tidak dapat Internal memory,
Support up to 16GB micro SD
3.5 mm Audio Jack

Kelengkapan :
1 unit mp3, 1 unit charger
1 unit kabel data
1 unit kabel audio 3.5 mm

harga : 90.000
berminat hub : 085266260889

PERGESERAN DUNIA DAKWAH


Oleh: Arsyad Abrar
Juru dakwah, penceramah atau da’i dalam bahasa syar’i  merupakan figur sentral yang sangat penting lagi dibutuhkan dalam menjaga stabilitas ajaran-ajaran dan norma agama. Bukan sekedar menyadari pentingnya melakukan penyegaran rohani untuk umat, kegiatan berdakwah adalah kewajiban bagi tiap pribadi muslim. Kegiatan dakwah merupakan interpretasi terhadap teks-teks suci yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran dari dakwah ini sudah barang tentu adalah kita umat Islam yang berperan sebagai audiens, sedangkan menjadi seorang da’i atau pendakwah adalah suatu keharusan sebagai warisan luhur agama terhadap setiap pribadi.
            Bila kita terjemahkan secara harfiah, maka berdakwah memilki artian yang luas. Mengingat bahwa inti dari dakwah adalah mengajak, mengingatkan bahkan termasuk di dalamnya mengarahkan orang untuk selalu konsisten dalam melakukan kebaikan, maka berdakwah dapat kita lakukan dimana saja, tidak terikat waktunya dan dengan siapa pun kita boleh melakukan hal tersebut selama dalam batasan-batasan yang wajar. Serulah oleh mu (mereka itu) ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan lemah lembut. Meskipun demikian, untuk berdakwah kita terlebih dahulu haruslah dibekali dengan ilmu agama yang memadai. Tidak hanya itu, pandai membaca situasi dan kondisi mereka yang akan kita jadikan objek dakwah merupakan salah satu kunci keberhasilan dari apa yang akan kita sampaikan.
            Seorang da’i atau penceramah bukan sekedar orator yang ulung, haruslah bisa menjadi sosok panutan, suri teladan dalam kalangan masyarakat, dan yang jauh lebih penting adalah mampu menjaga nilai-nilai agama hingga tidak tercampuri dengan urusan-urusan  yang lebih condong bersifat duniawi.
            Belakangan ini satu hal yang menarik perhatian saya terkait dengan masalah berdakwah adalah maraknya ajang pencarian bakat para da’i, mulai dari tingkat anak-anak sampai ke tingkat dewasa. Tidak tanggung-tanggung ajang ini hampir diikuti oleh sebagian besar tunas bangsa Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke. Mereka berbondong-bondong mengikuti audisi, saling unjuk kemampuan dan prestasi demi mendapat tiket sebagai kandidat da’i terpilih untuk terbang ke ibu kota. Konsep yang sama juga digunakan dalam penyaringan penyayi top dalam satu kompetisi.
            Salahkah hal seperti itu? Salah atau tidak dari apa yang sedang marak itu tergantung sejauh mana penilian kita masyarakat pada umumnya, dan dengan pandangan apa kita menanggapinya.
            Mungkin sebagian dari kita adalah golongan yang menikmati begitu asik dengan kekaguman melihat anak-anak yang pada usia belianya telah mampu berbicara tentang ajaran-ajaran luhur agama. Lain dari itu mereka juga pandai melantunkan ayat-ayat Alquran dengan fasih disertai pula dengan irama yang mendukung, enak untuk didengar. Atau sebagian dari kita adalah golongan yang menanggapi hal tersebut sebagai hal yang biasa-biasa saja, menanggapi bahwa hal tersebut cukuplah sebagai sekedar hiburan belaka. Maka saya dalam hal ini berada dalam golongan yang ketiga, yaitu mencoba mengkritisi ajang tersebut sejalan dengan pisau analisis yang saya gunakan. Karena bagi saya masalah ini bukan sekedar ajang pencarian bakat semata, ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan dan produktifitas Islam pada masa yang akan datang.  
            Dalam hal ini saya sedikit membuat beberapa catatan kecil. Pertama, kegiatan pencarian bakat calon da’i ini sarat dengan hal yang mengarah ke materi, penuh komersial alias mencari untung. (bagi pihak penyelanggara). Bisa kita lihat bahwa mereka yang sampai ke ibu kota akan diadu satu sama lain untuk menunjukan kemampuan mereka, sejauh mana penguasaan materi yang telah diajarkan oleh para pelatih, kemudian hal tersebut mereka tunjukan dipanggung perlombaan dengan ditonton oleh banyak orang, termasuklah kita yang menyaksikan melalui layar kaca. Diakhir pertunjukan, calon da’i meminta dukungan agar ia keluar sebagai pemenang dengan cara meminta kirim SMS sebagaiamana aturan yang berlaku.
Cukup unik, namun sangatlah tidak lucu bila dakwah yang merupakan bagian dari lahan agama turut dikomersilkan. Hal seperti itu sama sekali tidaklah menguntungkan, baik untuk si peserta maupun yang menonton, bila ditinjau dari sudut agama. Mengapa demikian,  secara tidak langsung para peserta tersebut telah diajarkan, diasuh untuk siap bertanding, bukan lagi untuk menjunjung tinggi syiar-syiar agama sebagaimana ruh dari berdakwah tersebut. Bagi penonton adalah hal yang mubazir untuk menyaksikan tersebut, terkecuali bagi para produser atau sutradara yang ingin menggaet si anak berbakat untuk dijadikan artis dadakan, terlebih lagi film-film atau sinetron religi yang laku keras menjelang dan sesudah Ramadhan.
            Kedua, ajang penacarian da’i berbakat tersebut juga merupakan moment untuk berjualan, berjualan pakaian muslim. Yang mana akhir-akhir ini trend berpakaian muslim sedang berada pada jalur laris manis. Setiap peserta memakai aneka pakaian yang beragam dan memilki style baru, lain dari yang  lain. Akhirnya nilai-nilai dakwa yang  utama pada awalnya kini menjadi tontonan belaka.
            Ketiga, ajang yang sama akan melahirkan para da’i yang terikat dengan kontrak-kontrak tertentu. Mereka yang keluar sebagai pemenang, nantinya sudah bisa dipastikan sebagai icon da’i yang layak jadi panutan dan direkrut dengan pihak-pihak tertentu. Dan yang saya khawatirkan adalah para dai terpilih tersebut nantinya akan alih status. Yang mana pada awal mulanya kegiatan dakwah merupakan siraman rohani untuk menghidupkan nilai-nilai Islam, menjaga stabilitas keimanan, diujung jalan akan berubah menjadi tontonan yang bersifat hiburan.
Hal tersebut sudah jelas terlihat saat ini, bisa kita saksikan, ketika ada dua pengajian pada hari yang sama. Ceramah yang satu dihadiri oleh ustaz kondang namun jarang nampil di TV dan ceramah yang satunya lagi adalah diisi ustaz kondang yang rajin mangkal di TV, maka para jema’ah akan berbondong untuk menghadiri ceramah agama yang akan disampaikan oleh ustaz TV, alasannya sederhana, pengen lihat ustaz yang rajin di TV, atau berharap moga-moga masuk TV. Inti dari mendengarkan kajian agama pun dilupakan. Lama-kelamaan, ruh dakwah bukan lagi untuk saling mentausiah, saling member ilmu, tapi hanya sekedar bahan hiburan semata.
Kekhawatiran saya yang paing besar berkaitan dengan perkembangan dai-dai muda saat ini adalah ketika mereka direkrut dan dibesarkan oleh si empunya kepentingan. Kenapa? Bisa jadi mereka dijadikan alat untuk melaksanakan pogram-progarn si yang punya hajat, terlebih lagi ketika si da’i udah terlanjur masyhur di hati ummat. Yang dimaksud adalah politisasi para da’i.
Beberapa waktu lalu kita telah ditinggalkan oleh  sosok da’i fenomenal di negeri ini, KH. Zainuddin MZ. Beliau adalah potret juru dakwah yang sangat ulung dan dicintai orang banyak. Ceramah-ceramahnya sangat banyak memberi semangat dan pengaruh yang besar dalam perkembangan Islam Indonesia. Sosoknya yang kritis dan berani menjadi karakter tersendiri yang layak untuk dipuji. Namun itu dahulu ketika beliau terlepas dari ikatan dengan apa pun yang mempunyai kepentingan. Sosoknya begitu mencuat dan menjadi sosok inspiratif hingga menjadi da’i sejuta umat. Namun ketika beliau mulai merambah wilayah yang diluar kadarnya-untuk berpolitik- karismatik sebagai da’i untuk umat itu kian memudar, karena orientasi si da’i tidak lagi untuk umat melainkan milik umat-umat tertentu. Menjelang akhir hayat beliau citra sang da’i kian mengharum, karena konsisten menjadi dan mengabdikan diri untuk umat, bukan milik umat.
Lain dengan almarhum Zainuddin MZ, Abdullah Gymnastiar atau yang lebih akrab dengan panggilan AA Gym sosok da’i yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Sempat mengalami masah-masah sulit. Pada awal kesuksesannya, dengan mengusung tema manajemen qalbu, pesan-pesan dan ajaran sang AA sangat diminati oleh masyarakat, karena sesuai dengan kondisi rakyat yang kritis dari kepekaan sosial bersama. Tema sabar, tawadhu’, ikhlas dan lain sebagainya merupakan bagian dari ajaran AA Gym yang enak untuk didengar. Sehingga ceramah-ceramah beliau dapat dengan mudah kita saksikan dilayar televise. Seketika sosok AA Gym menjadi panutan semua kalangan, umat pun tak mau kalah, mereka merasa si da’i adalah milki mereka sepanjang masa.
Namun itu semua terasa tidak bertahan begitu lama, ketika terdengar si da’i menikah lagi spontan pamornya menurun. Padahal apa yang dilakukan oleh beliau adalah hal yang wajar dan dibenarkan oleh agama. Bahkan tak jarang beliau banyak mendapat hujatan ketika itu. Menanggapi kasus AA Gym ini, satu kesimpulan yang dapat saya pahami adalah kebanyakan dari kita-umat Islam Indonesia-memahami dakwah atau ajaran kebaikan itu berdasarkan orang yang menyampaikan, bukan dari isinya. Sampai-sampai kehidupan pribadi sang da’i berpengaruh pada aktivitas dakwah yang luhur. Tidak lain tidak bukan salah satu dari penyebab yang ada adalah sosok sang  da’i yang terlalu digadang-gadangkan bak artis terkenal. Namanya selebritis tentu ada fans dan penyakiit fans akan meninggalkan idolanya ketika sudah tidak lagi seperti yang diharapkan. Kegiatan dakwah akhirnya yang menjadi tumbal.
Dua dilema diatas merupakan potret bahwa masih minimnya  pemahaman agama dalam masyarakat luas. Itu semua karena tidak ada keseriusan dari pihak-pihak yang berwenang untuk lebih serius mengkader da’i-da’i yang layak menjadi panutan dan sangat paham dengan ajaran agama. Saya tidak bisa membayangkan bila sepuluh tahun akan datang akan lahir banyak da’i yang jago akting, pandai menyanyi, namun isi kepala dan tingkah lakunya tidak layak disebut sebagai orang yang diamanahkan menjaga stablitas nilai-nilai agama. Lama-lama akan banyak terjadi pengaburan dalam ajaran agama, yang dalam bahsa agama dikenal dengan istilah syubhat. Wallahu a’lam. 

Selasa, 06 Desember 2011

novel habiburrahman el shirazy

Habiburrahman el Shirazy adalah Novelis No. 1 Indonesia (dinobatkan oleh INSANI UNIVERSITAS DIPONEGORO (UNDIP) Semarang). Selain novelis, kang abik begitu orang memanggilnya juga dikenal sebagai sutradara, da'i, dan seorang penyair. Beberapa novelnya banyak diminati baik di Indonesia maupun mancanegara. Bahkan beberapa novelnya telah di buat dalam versi film dan sinetron.  
Berikut beberapa novel karangannya
8. Bumi cinta

buat yang belum punya program buat ngebukanya
download disini
cari di paling bawah

Jumat, 02 Desember 2011

Novel Dewi Lestari

Dewi Lestari merupakan penulis dan penyanyi asal Indonesia. Dewi Lestari yang lebih akrab disapa Dee ini di kenal luas sebagai novelis semenjak menerbitkan novel supernova pada tahun 2001.
Berikut beberapa novel karangan Dee :
4. Perahu Kertas 

Apabila temen-temen belum punya aplikasi buat ngebaca e-book
bisa download disini

Membaca Bencana

Oleh: Arsyad Abrar
Gejala-gejala alam seperti gempa bumi, banjir, dan tsunami adalah diartikan sebagian besar oleh kita sebagai petaka. Musibah atau petaka diibaratkan sebagai tamu yang kehadirannya sama sekali tidak pernah diharapkan. Dinamakan petaka karena peristiwa ini menelan banyak korban jiwa, bahkan merusak segala infrastruktur yang ada.
            Dalam alquran kita temukan banyak ayat yang membicarakan fenomena alam seperti diatas, diantaranya ayat-ayat yang bercerita perihal hari kiamat. Seperti firman Allah dalam QS al-Zalzalah (99) : 1-2, “Apabila bumi itu diguncang dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi juga pada waktu itu mengeluarkan segala apa yang ada didalamnya.” Ayat tersebut secara umum menceritakan ada dan betapa dahsyatnya gempa bumi yang terjadi di penguhujung hari akhir nanti, disamping juga mengabarkan kepada kita bahwa gempa itu terjadi adalah dengan kuasanya.
            Bencana yang tidak kalah dahsyatnya selain gempa bumi adalah tsunami. Dalam alquran telah diceritakan, bahwa petaka ini telah menimpa kaum nabi Nuh as dengan bentuk banjir air bah yang sangat besar. Hal itu terjadi tatkala umatnya telah berprilaku melampaui batas dan tidak mau mengikuti apa yang telah Allah ajarkan melalui nabi-Nya.
Tidak hanya umat nabi Nuh saja yang mendapat azab dari Allah SWT akibat dari ketidakmauan mereka mengikuti tnutunan ilahi. Dalam alquran kita juga menemukan kisah-kisah memilkukan dari umat-umat yang membangkang, diantaranya kaum Tsamud, kaum ‘Ad, semua azab itu terjadi karena kezaliman dan pegingkaran mereka terhadap ajaran Allah SWT.
Bila kita kembalikan kepada kehidupan kita sekarang ini, petaka atau musibah yang terjadi seringkali membuat kita takut, menimbulkan kegelisahan yang berlebihan bahkan melahirkan suatu penyakit yang membuat kita lupa bahwa itu semua terjadi karena izin dan kehendak Allah SWT. Musibah, apapun bentuknya itu adalah ujian bagi orang-orang beriman yang datang dari Allah. Sejauh mana seorang hamba mampu bersabar hidup pasca terjadinya bencana, dalam kekurangan bahkan kehilangan harta benda dan keluarga yang dicintai. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah (2) : 155, “Sungguh kami (Allah) akan benar-benar menguji kamu dengan sesuatu yang berupa ketakutan dan kelaparan dan kekeruangan dari harta benda, kehilangan jiwa (orang yang kamu sayang) dan buah-buahan dan kabar gembiralah bagi orang-orang yang sabar.”
Namun, musibah ini tentunya berbeda bagi orang-orang yang ingkar dan kerap melakukan maksiat kepada Allah.  Musibah bagi mereka adalah teguran sekaligus azab sebagai wujud kezaliman yang telah mereka lakukan. Dan karena kefasikan itulah Allah mengazab mereka. Hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT dalam QS al-Isra (17) : 16 , ”Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar mentaati Allah), tetapi bila merajalela dan melakukan kedurhakaan (dinegeri itu), maka berlakulah perkataan (hukuman) kami, kemudian kami benar-benar binasakan negeri itu.”
Cepat tanggap dalam menghadapi berbagai macam persolan kehidupan adalah penting, apalgi jika itu berkaitan dengan musibah, bencana yang menelan banyak koraban. Pada saat itu lah nurani kita sebagai menusia dipanggil untuk berbagi dan ikut merasakan penderitaan saudara kita yang sedang dalam kesulitan. Tidak sekedar menonton pilunya tangisan mereka, tetapi kita mesti mampu membaca pesan yang tersirat dibalik bencana. Membaca bencana bagi rakyat adalah kesiapan untuk saling berbagi mengurangi penderitaan yang ada, begitu juga membaca bencana oleh para pemuka agama adalah menyejukan menghibur mereka yang larut dalam kesedihan, sedangkan membaca bencana bagi seorang pemimpin adalah sejauh mana ia mampu membangun dan menyediakan tempat yang layak bagi para korban, mencegah terjadinya banyak korban dengan evakuasi sedini mungkin. Wallahu A’lam.