Selasa, 11 Januari 2011

PENDIDIKAN SEKS ANAK DALAM ISLAM


Perdebatan tentang perlu-tidaknya pendidikan seks diberikan kepada anak bermula dari keprihatinan terhadap pergaulan remaja saat ini. Para pemerhati masalah remaja berpendapat, seks bebas yang sekarang ini menggejala salah satunya disebabkan kerana pengetahuan remaja jahil tentang seks.
Ada banyak pengertian tentang apa itu pendidikan seks, bergantung pada sudut pandang yang dipakai. Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyedaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak sejak ia mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkahwinan. Dengan begitu, jika anak telah dewasa, ia akan dapat mengetahui masalah-masalah yang diharamkan dan dihalalkan; bahkan mampu menerapkan perilaku islami dan tidak akan memenuhi naluri seksualnya dengan cara-cara yang tidak islami.

Pendidikan seks di dalam Islam merupakan sebahagian daripada pendidikan akidah, akhlak, dan ibadah. Terlepasnya pendidikan seks dengan ketiga unsur itu akan menyebabkan ketidakjelasan arah dari pendidikan seks itu sendiri, bahkan mungkin akan menimbulkan kesesatan dan penyimpangan dari tujuan asal manusia melakukan kegiatan seksual dalam rangka pengabdian kepada Allah. Oleh kerana itu, pelaksanaan pendidikan seks tidak boleh menyimpang dari tuntutan syariat Islam.

Siapa yang Bertanggung Jawab?
Ibu-bapak adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap anak dalam masalah pendidikan, termasuk pendidikan seks. Jadi, dalam hal ini, sesungguhnya tidak semestinya diperlukan adanya kurikulum khusus tentang pendidikan seks di sekolah-sekolah.

Pokok-Pokok Pendidikan Seks Perspektif Islam
Di antara pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterapkan dan diajarkan kepada anak adalah:

1. Menanamkan rasa malu pada anak.
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak awal lagi. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar bilik mandi, salin pakaian, dan sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana Muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentang auratnya.

2. Menanamkan jiwa kelelakian pada anak lelaki dan jiwa keperempuan pada anak perempuan.
Secara fisikal maupun psikologi, lelaki dan perempuan mempunyai perbedaan yang diciptakan oleh Allah. Adanya perbedaan ini bukan untuk saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang berbeda yang kelak akan dimainkannya. Islam menghendaki agar lelaki memiliki keperibadian maskulin, dan perempuan memiliki keperibadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai lelaki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak berpakaian sesuai dengan jenisnya. Mereka juga harus dilayani sesuai dengan jenisnya. Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki.(HRal-Bukhari).

3. Memisahkan tempat tidur mereka.

Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berfikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan cara untuk menanamkan kesedaran pada anak tentang kewujudan dirinya sebagai entiti yang berlainan dan disamping melatihnya berdikasi. Pemisahan tempat tidur juga dilakukan terhadap anak dengan kakak atau adik perempuannya, supaya dia menyedari tentang kewujudan perbedaan jenisnya.

4. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu).
Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum solat subuh, tengah hari, dan setelah solat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13). Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.

5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin.
Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sihat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.

6. Mengenalkan mahramnya.
Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati. Didik anak agar menjaga pergaulan sehariannya dengan selain wanita yang bukan mahramnya. Inilah salah satu bahagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak. Dengan demikian dapat diketahui dengan tegas bahwa Islam mengharamkan sumbang mahram. Allah Swt telah menjelaskan tentang siapa mahram dalam surat an-Nisa’ (4) ayat 22-23.

7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata.
Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Begitu pula dengan mata yang dibiarkan melihat gambar-gambar atau filem yang mengandung unsur pornografi. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, filem, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.

8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât.

Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang dibolehkan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dianggap biasa. Mereka bebas berpandangan, saling berdekatan dan bersentuhan; seolah tidak ada lagi batas yang ditentukan syariah yang mengatur interaksi di antara mereka. Ikhtilât dilarang karena interaksi semacam ini boleh menjadi penyebab kepada perbuatan zina yang diharamkan Islam. Kerana itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.

9. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat.
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Sebagaimana ikhtilât, khalwat pun merupakan perantara bagi terjadinya perbuatan zina. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. jika bermain, bermainlah dengan sesama jenis. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak berkhalwat.

10. Mendidik etika berhias.
Berhias, jika tidak diatur secara islami, akan menjerumuskan seseorang pada perbuatan dosa. Berhias bererti memperindah atau mempercantik diri agar berpenampilan menawan. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.

11. Ihtilâm dan haid.
Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia baligh. Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekadar untuk dapat memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi. Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Ertinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.

0 komentar:

Posting Komentar